Pertanian di daerah Karawang menurut praktisi pertanian organik susah dijadikan lahan organik karena sumber air dari bendungan waduk Jati Luhur yang kemudian dialirkan secara teknis ke lahan sawah yang berada di hamparan Pantura sudah tercemar. Bagimana tidak tercemar? Dari sumber air (sungai Citarum) di daerah Bandung sebelum sampai di Karawang, air sudah ditampung di tiga bendungan (Saguling, Cirata dan Jati Luhur). Sementara itu di tiga bendungan itu dimanfaatkan oleh bidang perikanan untuk memproduksi ikan yang budidayanya kebanyakan memakai polesan an-organik.
Jika begitu, bisa dipastikan, residu kimia yang dipakai untuk membesarkan ikan berakibat fatal kepada kualitas air karena dari pemberian pupuk sintetis akan meninggalkan residu dan itu terbawa kepada aliran air disungai yang mengairi lahan pertanian sawah di Karawang. Wajar saja jika ahli dan praktisi pertanian organik men”cap” Karawang tidak bisa melakukan pertanian organik, karena alasan air yang sudah tercemar. Maka, langkah rasional yang bisa dilakukan di Karawang adalah memfilter air yang sudah tercemar itu sebelum masuk ke lahan sawah.
Untuk menetralisir air yang sudah tercemar, Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya (P4S) Bale Pare Karawang melakukan pendekatan biofilter diseluruh lahan garapan supaya residu kimia yang terbawa oleh air dapat dinetralisir sebelum masuk ke lahan sawah. Secara teknis, dalam satu hamparan dibuatkan saluran cacing. Air dialirkan melalui saluran kecil (cacing) yang ditanami eceng gondok, baru kemudian dimasukkan ke lahan sawah.
Kenapa eceng gondok? Karena dari seluruh bagian fisiologi tumbuhannya mempunyai fungsi tersendiri. Sebut saja akar, bagian akar eceng gondok ditumbuhi dengan bulu-bulu akar yang berserabut, berfungsi sebagai pegangan atau jangkar tanaman. Sebagian besar peranan akar untuk menyerap zat-zat yang diperlukan tanaman dari dalam air. Pada ujung akar terdapat kantung akar yang mana di bawah sinar matahari kantung akar ini berwarna merah, susunan akarnya dapat mengumpulkan lumpur atau partikel-partikel yang terlarut dalam air (Ardiwinata, 1985).
Daun eceng gondok tergolong dalam makrofita yang terletak di atas permukaan air, yang di dalamnya terdapat lapisan rongga udara dan berfungsi sebagai alat pengapung tanaman. Zat hijau daun (klorofil) eceng gondok terdapat dalam sel epidemis. Dipermukaan atas daun dipenuhi oleh mulut daun (stomata) dan bulu daun. Rongga udara yang terdapat dalam akar, batang, dan daun selain sebagai alat penampungan juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan O2 dari proses fotosintesis. Oksigen hasil dari fotosintesis ini digunakan untuk respirasi tumbuhan dimalam hari dengan menghasilkan CO2 yang akan terlepas kedalam air (Pandey, 1980).
Tangkai eceng gondok berbentuk bulat menggelembung yang di dalamnya penuh dengan udara yang berperan untuk mengapungkan tanaman di permukaan air. Lapisan terluar petiole adalah lapisan epidermis, kemudian dibagian bawahnya terdapat jaringan tipis sklerenkim dengan bentuk sel yang tebal disebut lapisan parenkim, kemudian didalam jaringan ini terdapat jaringan pengangkut (xylem dan floem). Rongga-rongga udara dibatasi oleh dinding penyekat berupa selaput tipis berwarna putih (Pandey, 1980).
Sementara itu, dari fungsi-fungsi fisiologi tumbuhan eceng gondok di atas, eceng gondok dapat bermanfaat sebagai berikut:
- Mempunyai sifat biologis sebagai penyaring air yang tercemar oleh berbagai bahan kimia buatan industri.
- Sebagai bahan penutup tanah dan kompos dalam kegiatan pertanian dan perkebunan.
- Sebagai sumber gas yang antara lain berupa gas amonium sulfat, gas hidrogen, nitrogen dan metan yang dapat diperoleh dengan cara fermentasi.
- Bahan baku pupuk tanaman yang mengandung unsur NPK yang merupakan tiga unsur utama yang dibutuhkan tanaman.
- Sebagai bahan industri kertas dan papan buatan.
- Sebagai bahan baku karbon aktif.
Pustaka:
Ardiwinata.R.O., 1985 , Musuh Dalam Selimut di Rawa Pening, Kementrian Pertanian, Vorking, Bandung
Pandey.B.P.,1980, Plant Anatomi, S Chard dan Co, Ltdramnage, New Delhi
Leave a comment